Tag Archives: wali

BENARKAH HABIB ITU WALI ALLAH ?

BENARKAH HABIB ITU WALI ALLAH ?

Ketika mendengar kata habib, maka yang langsung terbayang dalam benak kita adalah seorang keturunan Rasulullah yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki orang lainnya dan merupakan seorang wali Allah. Itulah yang dapat ditangkap dari pemahaman masyarakat sebagian masyarakat terhadap habib. Lalu siapakah wali Allah yang sebenarnya ? Apakah benar setiap habib adalah wali Allah ?

• Definisi Wali

Secara bahasa (etimologi), kata wali adalah lawan dari ‘aduwwu (musuh) dan muwaalah adalah lawan dari muhaadah (permusuhan). Maka wali Allah adalah orang yang mendekat dan menolong (agama) Allah atau orang yang didekati dan ditolong Allah. Definisi ini semakna dengan pengertian wali dalam terminologi Al-Qur’an, sebagaimana Allah berfirman,

أَلآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ {62} الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ {63}

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertakwa.”(QS. Yunus: 62–63).

Dari ayat tersebut, wali adalah orang yang beriman kepada Allah dan apa yang datang dari-Nya yang termaktub dalam Alquran dan terucap melalui lisan Rasul-Nya, memegang teguh syariatnya lahir dan batin, lalu terus menerus memegangi itu semua dengan dibarengi muroqobah (merasa diawasi oleh Allah), kontinyu dengan sifat ketakwaan dan waspada agar tidak jatuh ke dalam hal-hal yang dimurkai-Nya berupa kelalaian menunaikan kewajiban dan melakukan hal yang diharamkan. (Lihat Muqoddimah Karomatul Auliya’, Al-Lalika’i, Dr. Ahmad bin Sa’d Al-Ghomidi, 5:8).

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Allah Ta’ala menginformasikan bahwa para wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Siapa saja yang bertakwa ,maka dia adalah wali Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2:384).

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan dalam Syarah Riyadhus Shalihin no.96, bahwa wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Mereka merealisasikan keimanan di hati mereka terhadap semua yang wajib diimani, dan mereka merealisasikan amal sholih pada anggota badan mereka, dengan menjauhi semua hal-hal yang diharamkan seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan perkara yang haram. Mereka mengumpulkan pada diri mereka kebaikan batin dengan keimanan dan kebaikan lahir dengan ketakwaan, merekalah wali Allah.

• Wali Allah Adalah yang Beriman Kepada Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya yang berjudul Al Furqon Baina Auliya’ir Rohman wa Auliya’us Syaithon Hal.34 mengatakan, “Wali Allah hanyalah orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beriman dengan apa yang dibawanya, dan mengikutinya secara lahir dan batin. Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan wali-Nya, namun tidak mengikuti beliau maka tidak termasuk wali Allah bahkan jika dia menyelisihinya dan berbuat bid’ah, maka termasuk musuh Allah dan wali setan.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah : ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’.” (QS. Ali Imran: 31)

Hasan Al Bashri berkata, “Suatu kaum mengklaim mencintai Allah, lantas Allah turunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka.”

Allah sungguh telah menjelaskan dalam ayat tersebut, barangsiapa yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah akan mencintainya. Namun siapa yang mengklaim mencintai-Nya tapi tidak mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak termasuk wali Allah. Walaupun banyak orang menyangka dirinya atau selainnya sebagai wali Allah, tetapi kenyataannya mereka bukan wali-Nya.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa cakupan definisi wali ini begitu luas, mencakup setiap orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan. Maka wali Allah yang paling utama adalah para nabi. Para nabi yang paling utama adalah para rasul. Para Rasul yang paling utama adalah ‘ulul azmi. Sedang ‘ulul azmi yang paling utama adalah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dengan demikian sangat salah suatu pemahaman yang berkembang di masyarakat kita saat ini, bahwa wali itu hanya monopoli orang-orang tertentu, semisal ulama, habib, kyai, apalagi hanya terbatas pada orang yang memiliki ilmu yang aneh-aneh dan sampai pada orang yang meninggalkan kewajiban syariat yang dibebankan padanya.

Kalau pun benar seseorang merupakan keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hal itu hanya keistimewaan dari segi nasab saja, apabila ia tidak beriman dan beramal sholih sesuai tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam keistimewaan itu akan terkubur sia-sia dan tidak akan berarti.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai kaum Quraisy : Selamatkanlah jiwa kalian sesungguhnya aku tidak bisa menolong kalian sama sekali. Wahai bani Abdu Manaf, aku sama sekali tidak bisa menolong kalian. Wahai Abbas bin Abdilmuttholib, aku tidak bisa menolongmu sama sekali. Wahai Sofiyah bibinya Rasululllah, aku sama sekali tidak bisa menolongmu. Wahai Fatimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang engkau kehendaki dari hartaku, aku sama sekali tidak bisa menolongmu”. (HR. Al-Bukhari, no. 4771).

Maksudnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi dirinya dan keluarganya juga beliau tidak mampu menolak kemudharatan dari dirinya dan keluarganya serta tidak mampu mencegah adzab Allah yang akan menimpanya jika mereka bermaksiat kepada Allah.

______

HAKEKAT KAROMAH

HAKEKAT KAROMAH

• DEFINISI KAROMAH

Karomah adalah kejadian diluar kebiasa’an yang Allah ta’ala anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa do’a, baca’an, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil I’tiqad 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin).

Para ulama menjelaskan tidak semua hal luar biasa yang dialami atau terjadi pada seseorang dinilai sebagai karomah dari Allah.

Karena hal-hal luar biasa itu ada tiga bentuk :

1. Karomah
2. Tipuan syetan
3. Tanda-tanda kiamat

Sebelum terjadi hari kiamat akan banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang aneh-aneh.

Bisa disebut karomah bila seseorang tersebut melaksanakan ibadah-ibadahnya berdasarkan ilmu yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah. Lalu ia mengamalkan ilmunya tersebut dengan mentauladani Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam dan para sahabat Radhiallahu ‘anhum. Kemudian tidak terindikasi terlibat dalam berbagai acara-acara yang menyimpang dari ajaran dan sunnah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam.

Namun bisa juga hal luar biasa yang dialami atau terjadi pada seseorang itu sebagai tipuan dari setan. Sebagaimana terjadi pada orang-orang yang merubah syari’at yang dibawa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam dan menggantinya dengan ajara-ajaran yang direkayasanya sendiri atau setan yang merekayasa untuk mereka.

Ada seseorang pernah ditawari oleh seorang yang dianggap Wali / Kiyai untuk memiliki ilmu kebal, tahan pedang dan senjata tajam lainnya. Sang wali memiliki ilmu tersebut dan bisa diturunkan kepadanya. Caranya sangat mudah, yaitu berzikir selama empat puluh hari dalam kelambu yang ada dalam rumahnya. Kemudian sa’at berizikir ia membayangkan wajah sang Wali dengan melihat foto yang terpajang dalam kelambu tersebut.

Jika seseorang yang tidak memiliki ilmu agama yang cukup, akan melihat secara sepintas bahwa hal itu tidak ada masalah. Dan menilainya sebagai perbuatan baik, karena berzikir adalah ibadah yang mulia.

Namun bagi orang yang mengerti ajaran agama dan aqidah yang benar akan menilai bahwa perbuatan itu menyimpang dari beberapa segi :

1. Tujuan zikir yaitu untuk mendapatkan kekebalan.

Kalau dengan cara berzikir bisa kebal dari senjata tajam pasti Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam dan para Sahabat orang yang pertama sekali melakukannya dan memperoleh keutama’an tersebut. Namun dalam kenyata’an mereka banyak yang cedera bahkan meninggal dalam peperangan.

2. Mengkhususkan waktu dan tempat.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam tidak pernah mengajurkan dan menetukan waktu selama empat puluh hari secara terus-menerus berzikir. Atau harus dalam kelambu yang di dalamnya dipajang foto Sang Wali / Kiyai. Akan tetapi Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam mengajurkan berzikir kapan dan dimana saja, tanpa perlu meninggalkan perkerja’aan dan kewajiban-kewajiban agama yang lainnya.

3. Jika ia berzikir selama empat puluh hari terus-menerus dan tidak boleh keluar dari tempat semediannya. Bagaimana shalat berjam’ahnya dan shalat jum’atnya ? Ini adalah cara setan menyesatkan seseorang yaitu mengutamakan amalan sunnah diatas amala-amalan wajib. Atau mengutamakan amalan-amalan bid’ah diatas amalan-amalan sunnah. Dan lebih sesat lagi menjadikan perkara-perkara yang diharamkan dalam agama sebagai sarana ibadah. Seperti nyanyian dan jogetan.

4. Kenapa harus membayangkan wajah Sang Wali / Kiyai sa’at berzikir tersebut ? Kalau yang dibayangkan wajah Sang Wali / Kiyai sa’at berzikir ini berarti menjadikannya sebagai tuhan yang terdapat dalam kadungan makna zikir yang dibacanya.

Dari sini dapat kita ukur apakah perkara yang luar biasa yang dialami seseorang apakah datang dari Allah atau datang dari setan ?

Dalam kehidupan orang-orang yang dianggap memilki karomah sangat banyak cerita-cerita serupa. Padahal itu buka karomah tapi tipu-daya setan dalam menyesatkan manusia. Bagaimana mungkin orang yang menyimpang dalam menjalankan ajaran agama akan memiliki karomah ?

• Apakah orang sesat dan orang kafir bisa memiliki peristiwa-peristiwa yang luar biasa ?

Orang-orang sesat dan kafir sekalipun seperti Dajal dan nabi-nabi palsu, diantara mereka ada yang bisa menghilang dari penglihatan manusia. Karena ia disembunyikan oleh setan-setan yang membelanya.

Demikian pula dajal dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, sebagai fitnah bagi umat yang hidup dimasanya. Dan kebanyakan manusia tertipu oleh dajal. Karena ia bisa menghidukan seseorang sudah mati dan mendatangkan hewan ternak yang banyak. Namun dijelaskan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam yang hidup itu bukan orang telah mati, akan tetapi setan menjelma menyerupai orang yang sudah mati tersebut dan menjelma menjadi onta-onta yang banyak. (lihat kisah Dajal dalam kitab “Qishah Al Masih Ad Dajal”).

Demikian pula sebelum hari kiamat akan banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang luar biasa atau aneh di tengah-tengah kehidupan manusia, sebagai tanda-tanda semakin dekatnya hari kiamat.

Sebagai contohnya hadits yang diriwayat Abu hurairah Radhiallahu ‘anhum ia menceritakan : “Seekor Srigala mendekati gerombolan kambing yang digembalakan, lalu ia menangkap satu ekor kambing dan lari. Ketika itu sang pengembala langsung mengejar srigala tersebut dan dapat menyelamatkan kambing yang ditangkapnya. Lalu srigala itu naik ke sebuah bukit yang rendah seraya berkata kepada sipengembala kambing : “Engkau telah merebut rizki yang diberikan Allah kepadaku, engkau telah merebutnya dariku”. Sang pengembala keheranan dan berkata : “Demi Allah aku belum pernah melihat Srigala berbicara seperti pada hari ini”. Srigala menimpali ungkapan si pengembala : “Lebih ajaib lagi seorang laki-laki yang berada diantara dua bukit batu. Ia menceritakan kepada kalian apa yang telah berlalu dan apa yang akan datang”. Si pengembala itu adalah seorang Yahudi. Lalu ia menemui Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam dan masuk Islam. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam membenarkan kisahnya tersebut, kemudian beliau berkata : “Sesungguhnya itu adalah salah satu tanda dari tanda-tanda dekatnya hari kiamat. Boleh jadi seseorang keluar rumah, ia tidak pulang sampai berbicara kepadanya sendal dan tongkatnya memberitahukan tentang apa yang menimpa keluarganya setelah ia tinggalkan”. (H.R. Imam Ahmad dalam “Musnad” no (8049) dan Abdurrazaq dalam “Mushannaf” no (20808).

Dari kisah di atas ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil :

1. Peristiwa yang luar biasa tidak mutlak sebagai karomah bagi seseorang yang mengalaminya seperti kisah di atas dialami oleh seorang Yahudi yang belum masuk Islam.

2. Peristiwa yang luar biasa yang dialami seseorang bukanlah mutlak sebagai ukuran tentang kemulia’an seseorang tersebut disisi Allah. Karena boleh jadi peristiwa tersebut sebagai salah satu tanda dari tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat.

3. Peristiwa luar biasa tidaklah khsusus pada orang-orang sholeh, akan tetapi bisa dialami oleh orang kafir bahkan binatang sekalipun. Seperti dalam kisah ini srigala, sandal dan tongkat bisa berbicara. Bukan berarti bahwa srigala, sandal dan tongkat itu memilki karomah atau kesaktian. Dan bisa diminta menyembuhkan penyakit dan lain sebagainya. Demikian pula manusia walaupun ia mengalami hal-hal yang luar biasa bukan berarti ia kita sembah dan kita seru, kita minta untuk melakukan sesuatu untuk kita, seperti mencarikan jodoh, memberi ajimat pelaris, minta kesembuhan dan lain sebagainya.

• KAROMAH MENURUT AL QUR’AN DAN SUNNAH

Karomah memang ada pada sebagian manusia yang bertakwa, Allah Ta’ala dan Rasul-Nya menerangkan bahwa karamah itu ada, baik di masa dahulu maupun di masa yang akan datang sampai hari kiamat.

Diantaranya apa yang Allah kisahkan tentang Maryam dalam surat Ali Imran 37 ataupun Ashhabul Kahfi dalam surat Al Kahfi dan kisah pemuda mukmin yang dibunuh Dajjal di akhir jaman (H.R. Al Bukhari no. 7132 dan Muslim no. 2938).

Selain itu, kenyata’an yang kita lihat ataupun dengar dari berita yang mutawatir bahwa karamah itu memang terjadi di zaman kita ini.

– Apakah wali Allah itu memiliki atribut tertentu ?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa wali-wali Allah itu tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dengan manusia lainnya dari perkara-perkara dhahir yang hukumnya mubah seperti pakaian, potongan rambut atau kuku. Dan merekapun terkadang dijumpai sebagai ahli Al Qur’an, ilmu agama, jihad, pedagang, pengrajin atau para petani. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/194).

– Apakah wali Allah itu harus memiliki karamah ?

– Lebih utama manakah antara wali yang memilikinya dengan yang tidak ?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa tidak setiap wali itu harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki karamah bisa jadi lebih utama daripada yang memilikinya. Oleh karena itu, karamah yang terjadi di kalangan para tabi’in itu lebih banyak daripada di kalangan para sahabat, padahal para sahabat lebih tinggi derajatnya daripada para tabi’in. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/283).

– Apakah setiap yang diluar kebiasa’an dinamakan dengan ‘karamah’?

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar Rasyid rahimahullah memberi kesimpulan bahwa sesuatu yang di luar kebiasa’an itu ada tiga macam :

1. Mu’jizat : Terjadi pada para rasul dan Nabi

2. Karamah : Terjadi pada para wali Allah

3. Tipuan setan : Terjadi pada wali-wali setan

(Disarikan dari At Tanbihaatus Saniyyah hal. 312-313).

Untuk mengetahui apakah itu karamah atau tipu daya setan tentu saja dengan kita mengenal sejauh mana keimanan dan ketakwa’an pada masing-masing orang yang mendapatkannya (wali) tersebut.

Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata : “Apabila kalian melihat seseorang berjalan diatas air atau terbang di udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.” (A’lamus Sunnah Al Manshurah hal. 193).

Allahu Al hady Ila Sawaai As Sabiil

* Dirangkum dari berbagai sumber

_________________

MEMAHAMI ARTI WALI

Apa sebenarnya karomah itu ?
Apakah karomah bisa dipelajari ?

Banyak anggapan di masyarakat bahwa seorang wali itu pasti memiliki karomah yang nyata bahkan bisa dipertontonkan kepada khalayak ramai. Seperti kebal senjata tajam dan sebagainya. Tapi sebetulnya itu semua adalah tipu daya setan.

Seorang wali boleh jadi ia diberi karomah yang nyata boleh jadi tidak, tapi karomah yang paling besar di sisi wali adalah istiqomah dalam menjalankan ajaran agama, bukan yang lain, dan itu bukan berarti kita mengingkari adanya karomah tapi yang kita ingkari adalah anggapan banyak orang bila ia tidak memiliki karomah berarti ia bukan wali.

Abu ‘Ali Al Jurja’any berpesan : “Jadilah engkau penuntut istiqomah bukan penuntut karomah, sesungguhnya dirimu lebih condong untuk mencari karomah, dan Tuhanmu menuntut darimu istiqomah”.

Betapa banyaknya para sahabat yang merupakan orang terdepan dalam hal ketakwaan dibandingkan para wali tidak memiliki karomah. Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hamba yang paling mulia di sisi Allah waktu berhijrah beliau mengendarai unta bukan mengendarai angin, begitu pula dalam perperangan beliau memakai baju besi bahkan pernah cedera pada waktu perang uhud.

Karomah bukan sebagai syarat mutlak bagi seorang wali. Karomah diberikan Allah kepada seseorang boleh jadi sebagai cobaan dan ujian baginya, atau untuk menambah keyakinannya kepada ajaran Allah, atau pertolongan dari Allah terhadap orang tersebut dalam kesulitan.

Seseorang yang tidak butuh kepada karomah lebih baik dari ulama yang butuh kepada karomah.

• WALI SETAN

Selain ada wali Alloh ada juga wali syaithon !! wali syaiton ini lah yang mengelabuhi manusia, ia mendapatkan berbagai kemampuan aneh karena bekerjasama dengan syaiton, naudzubillah. karena karomah dan sihir ada perbedaannya(baca :waspadai perbedaan mencolok antara sihir dengan karomah)

Apakah Setiap yang Di Luar Kebiasaan Disebut Karamah ?

Sesuatu yang terjadi di luar kebiasaan, bisa dikelompokkan menjadi tiga :

– Mukjizat, terjadi pada para rasul dan nabi.
– Karamah, terjadi pada para wali Allah.
– Tipuan setan, terjadi pada wali-wali setan. (At Tanbihaa-tus Saniyyah hal. 312-313).

• BAGAIMANA MEMBEDAKAN ANTARA
KAROMAH DAN TIPU DAYA SETAN ?

Tentunya, dengan mengenal sejauh mana keimanan dan ketakwaan masing-masing orang yang mendapatkan hal luar biasa tersebut, maka benarlah apa yang di ucapkan oleh Imam Syafi’i rohimahulloh.
“Apabila kalian melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana keseharian dia dalam mengikuti sunnah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.” (A’lamus Sunnah Al Manshurah hal.193).

K.H. Hasyim Al Asy’ari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah tanpa mengikuti sunnah, maka pengakuannya adalah kebohongan.” (Ad Durar Al Muntasirah, hal. 4).

——————–